1/06/13

TA'ARUF BAGINDA NABI SAW DAN SITI KHODIJAH ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... "APABILA datang
laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi
agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah dia,
dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang meluas." (HR.
Tirmidzi dan Ahmad).
“Aku menyukaimu karena kebaikanmu. Karena
kejujuranmu dan karena keindahan karakter dan
kebenaran kata-katamu.”
Kalimat di atas adalah kutipan ungkapan Siti
Khadijah pada Nabi Muhammad saat Rasulullah
menerima tawaran Khadijah untuk menikah
dengannya seperti diceritakan dalam salah satu
kitab biografi Nabi yaitu Siratu Rasulillah karya
Ibnu Ishaq.
Siapakah khadijah?
Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda,
bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia
disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan
bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang
pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan
modal kepada pedagang-pedagang atau melantik
orang-orang untuk mewakili urusan-urusan
perniagaannya ke luar negeri.
Banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya
dan sanggup membayar mas kawin berapa pun
yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya
dengan halus kerana tak ada yang berkenan di
hatinya.
Bermimpi melihat matahari turun kerumahnya ...
Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari
turun dari langit, masuk ke dalam rumahnya serta
memancarkan sinarnya merata kesemua tempat
sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang
luput dari sinarnya.
Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang
bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki
yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan
mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa
purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas
dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi
terdahulu.
Waraqah berkata: “Takwil dari mimpimu itu ialah
bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang
Nabi akhir zaman.” “Nabi itu berasal dari negeri
mana?” tanya Khadijah bersungguh-sungguh. “Dari
kota Makkah ini!” ujar Waraqah singkat. “Dari suku
mana?” “Dari suku Quraisy juga.”
Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari keluarga
mana?” “Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga
terhormat,” kata Waraqah dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar
meneruskan pertanyaan terakhir: “Siapakah nama
bakal orang agung itu, hai sepupuku?” Orang tua
itu mempertegas: “Namanya Muhammad SAW.
Dialah bakal suamimu!”
Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan
yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia
merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka
sejak itulah Khadijah senantiasa bersikap
menunggu dari manakah gerangan kelak
munculnya sang pemimpin itu.
Lamaran dari khadijah kepada Rasulullah s.a.w ...
Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah.
Wanita usahawan itu berkata
Khadijah: “Hai Al-Amiin, katakanlah apa
keperluanmu!” (Suaranya ramah, bernada
dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi
tahu harga dirinya)
Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang,
meskipun agak malu-malu tetapi pasti.
Muhammad SAW: “Kami sekeluarga memerlukan
nafkah dari bagianku dalam rombongan niaga.
Keluarga kami amat memerlukannya untuk
mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang
yatim piatu”
(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu
memandangnya dengan penuh ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu
sedikit, tidak menghasilkan apa-apa bagimu untuk
menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”.
“Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan
calon isteri bagimu”.(Ia berhenti sejenak, meneliti).
Kemudian meneruskan dengan tekanan suara
memikat dan mengandung isyarat
Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan
seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik,
kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan
pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi
ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak
membawamu”.
khadijah (Khadijah tertunduk lalu melanjutkan):
“Tetapi sayang, ada aibnya…! Dia dahulu sudah
pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia
akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi
kepadamu”
Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-
sama terdiam, sama-sama terpaku dalam
pemikirannya masing-masing. Yang satu
memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa
yang mau dijawab. Khadijah r.a tak dapat
mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda
Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan
gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun
mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon
yang dimaksud oleh Khadijah r.a.
Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa
sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia
menceritakan kepada Pamannya.
Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung
oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia
memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu
“anu dan anu….” Ia mengulangi apa yang dikatakan
oleh perempuan kaya itu.
‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia
seorang perempuan yang cepat naik darah kalau
pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan
Bani Hasyim. Katanya: “Muhammad, kalau benar
demikian, aku akan mendatanginya”.
‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus
menegurnya: “Khadijah, kalau kamu mempunyai
harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun
memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa
kamu menghina puteraku, anak saudaraku
Muhammad?”
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak
disangkanya bahwa kata-katanya itu akan
dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan
mendamaikan hati ‘Atiqah:
Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina
keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja
kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang
kumaksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia
mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau
tidak,aku pun berjanji tak akan bersuami hingga
mati”.
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat
‘Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu
sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius.
“Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah
diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal?”
tanya ‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum
cobalah meminta persetujuannya.”
“Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu,
Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan
sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku
diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”,
Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur
siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan karena
dialah yang menafsirkan mimpinya akan
bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas.
Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan
berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu
Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah. Semua
riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan
Khadijah “Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi
kita harus bermusyawarah dengan Muhammad
SAW lebih dulu.”
Khadijah yang cantik ....
Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih
dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan
bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang
untuk menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan
peribadi Khadijah itu bertanya:
Nafisah : “Muhammad, kenapa engkau masih belum
berfikir mencari isteri?”
Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi
kesanggupan belum ada.”
Nafisah “Bagaimana kalau seandainya ada yang
hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau
mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta,
berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah
engkau akan menolaknya?”
Rasulullah SAW: “Siapakah dia?” tanya Muhammad
SAW.
Nafisah : “Khadijah!” Nafisah berterus terang.
“Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya.
Urusannya serahkan kepadaku!”
Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera
utama Bani Hasyim dan langsung menemui
Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad
SAW.
Setelah Muhammad SAW menerimapemberitahuan
dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan
dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan
mendapatkan seorang janda yang usianya lima
belas tahun lebih tua daripadanya.
Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada
Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan,
budiman. Dan yang utama karena hatinya telah
dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah
ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau
dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur
empat puluh, tapi janda yang masih segar,
bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli.
Maka diadakanlah majlis yang penuh keindahan itu.
Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-
orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu
Thalib dengan resmi meminang Khadijah r.a
kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana
itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk
berunding dengan wanita yang berkenaan.
Pernikahan Muhammad dengan Khadijah ...
Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia
berkata kepada Waraqah: “Hai anak sepupuku,
betapa aku akan menolak Muhammad SAW
padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian
yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan,
lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”. “Benar
katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”, ujar
Waraqah. “Kalau ia tak berharta, maka aku cukup
berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki.
Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku
dengannya,” demikian Khadijah r.a menyerahkan
urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu
Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga
perempuan sudah bulat mufakat dan merestui
bakal pernikahan kedua mempelai.
Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin
lima ratus dirham. Abu Bakar r.a, yang kelak
mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab
Muhammad SAW. sejak dari masa kecil,
memberikan sumbangan pakaian indah buatan
Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy,
sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat
istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang
akan dinikahi adalah seorang hartawan dan
bangsawan pula.
Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan
Khadijah r.a berlangsung pada hari Jum’at, dua
bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke
negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a
ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.
Waraqah bin Naufal membacakan khutbah
pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib
sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi
Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi)
Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari
keturunan Mudhar. “Begitupun kita memuji Allah
SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya,
pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera,
dan menjadikan kita hakim terhadap sesama
manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin
Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki
manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka
sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta
benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang
dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi
Muhammad SAW, tuan-tuan sudah mengenalinya
siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti
Khuwailid. Dia akan memberikan mas kawin lima
ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan
tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai
firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di
saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita
gembira (albasyaarah) serta pengalaman-peng
alaman hebat. “Semoga Allah memberkati
pernikahan ini”.
Penyambutan untuk memeriahkan majlis
pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai
perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan
perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan
di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai
lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada
mempelai dan menghamburkan harum-haruman
kepada para tamu dan pengiring.
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a
membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan:
“Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta
kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangun
an, rumah-rumah, barang-barang dagangan,
hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu.
Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana
yang engkau redhai !”
Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang
bermaksud: “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kekayaan”. (Adh-Dhuhaa: 
Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu,
hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan,
serasi dan secita-cita.
Dijamin Masuk Syurga ....
Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW.
selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas
tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh
tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak
ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun
wafatnya disebut “Tahun Kesedihan” (‘Aamul
Huzni).
Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman
kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama
turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya.
Ketika Rasulullah SAW menceritakan
pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu
pertama yang disampaikan Jibril ‘alaihissalam,
dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil
menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya,
maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti
makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil
berkata:
“Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi
Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a,
engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh
Allah bagi umat kita. “Allah SWT tidak akan
mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang
senantiasa berusaha untuk menghubungkan tali
persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata
benar? Bukankah engkau senantiasa menyantuni
anak yatim piatu, menghormati tamu dan
mengulurkan bantuan kepada setiap orang yang
ditimpa kemalangan dan musibah?”
Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan
dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta
selalu menghiburnya dalam duka derita yang
dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih
ingkar terhadap kebenaran agama Islam,
menangkis segala serangan caci maki yang
dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan
hartawan Quraisy.
Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat
keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh
wanita-wanita lain yaitu, menerima ucapan salam
dari Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat
Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam
dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada
Khadijah radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan
syurga.
Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan
Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW
pernah berkata: “Wanita yang utama dan yang
pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti
Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam
binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri
Fir’aun”.
Wanita Terbaik ...
Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan
Rasulullah SAW. terhadap peribadi Khadijah r.a
ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik,
karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di
saat orang lain masih dalam kebimbanga, dia telah
membenarkan aku di saat orang lain
mendustakanku; dia telah mengorbankan semua
harta bendanya ketika orang lain mencegah
kemurahannya terhadapku; dan dia telah
melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang
tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain”.
Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a
sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya
meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah
satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan
dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani
Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah
yang dianggap sebagai keturunan langsung dari
Rasulullah SAW.
Perjuangan Khadijah ...
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan
gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di
sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua
wanita itu berdiri di belakang da’wah Islamiah,
mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada
pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin
Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu
Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia.
Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah
Ummul Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan
yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.
Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman
bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi
Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua
Hira’. Khadijah adalah wanita pertama yang
beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa
(memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah
sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa,
harta dan keluarga. Peri hidupnya harum,
kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya
sarat dengan kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman
kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia
membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan
dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-
orang tidak memberiku apa-apa.”
Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di
sana-sini, padahal di hadapan kita ada “wanita
terbaik di dunia,” Khadijah binti Khuwailid, Ummul
Mu’minin yang setia dan taat, yang bergaul secara
baik dengan suami dan membantunya di waktu
berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan
meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman
kepada risalahnya, dan membantu beliau serta
kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga.
Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap
agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan
dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di
dalam istananya, sebagaimana yang diceritakan
Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.
Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia
berkata :”Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah
datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan
makanan atau minuman. Apabila dia datang
kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari
Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya
tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang
tiada keributan di dalamnya dan tidak ada
kepayahan.” [HR. Bukhari dalam "Fadhaail
Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi
berkata:"Keshahihannya telah disepakati."]
Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-
istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya
oleh dunia ? Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita
pertama yang bergabung dengan rombongan orang
Mu’min yang orang pertama yang beriman kepada
Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a.
membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak
saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia
habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya.
Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga
nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi
bagi para wanita.
Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah
pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-
Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di
sebuah gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya
membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang
dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia
menampakkan diri di jalannya, antara langit dan
bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri
sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti,
tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi
ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan
gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur,
teman, pembantu maupun penolong.
Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu
hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian,
beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut
akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika
melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau,
wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah
mengirim beberapa utusan untuk mencarimu
hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali
kepadaku.” Maka Rasulullah SAW menceritakan
kisahnya kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah,
wahai, putera pamanku. Demi Allah yang
menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau
menjadi Nabi umat ini.” Nabi SAW tidak
mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan bagi
hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan
bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah
mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan,
baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan
terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan
tetapi Khadijah melapangkan dadanya,
melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan
meringankan urusannya. Demikian hendaknya
wanita ideal.
Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah
mengirim salam kepadanya.
Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu
kepada Rasul SAW seraya berkata
kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam
dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW
bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril
menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu.”
Maka Khadijah r.a. menjawab :”Allah yang
menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya
berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril
semoga diberikan salam (kesejahteraan).”
Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak
diperoleh seorang pun di antara para shahabat
yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta
khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap
Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan
lebih besar daripada semua sikap yang mendukung
da’wah itu sesudahnya.
Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat
Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah
mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad,
berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah,
menolongnya di waktu-waktu yang sulit,
membantunya dalam menyampaikan risalahnya,
ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada
saat jihad dan menolong- nya dengan jiwa dan
hartanya.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman
kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia
membenarkan aku ketika orang-orang
mendustakan. Dan dia memberikan hartanya
kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku
apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan
mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” [HR.
Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu
Hurairah r.a., dia berkata :”Jibril datang kepada
Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini
Khadijah telah datang membawa sebuah wadah
berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia
datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam
dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang
sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara
yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada
kepayahan.” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi
SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539]
(Rujukan:Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah
SAW karangan Muhammad Ibrahim Saliim)
Wallahua’lam bish Shawwab ....
Barakallahufikum ....
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati
kita yang telah lama terkunci ...

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Sila beri comment sekiranya anda berminat..